14 October 2008

Apa Kata Orang Tentang Kita




Jika tong sampah Anda penyok, Anda tidak akan membeli yang baru. Mungkin itu karna kita tidak memakai tong sampah untuk mengkomunikasikan status sosial / identitas kita kepada orang lain.


Seberapa sering kita membeli sesuatu yang bukan menjadi kebutuhan bagi kita? Seberapa sering kita mengeluarkan dana hanya karna ingin "dipandang" oleh orang lain? Seberapa sering kita menghabiskan uang untung membeli yang namanya prestis? Di jaman dimana teknologi berkembang sangat pesat ini, tentunya sadar maupun tidak sadar, kita sering membeli sesuatu hanya berdasarkan prestis yang dibawa barang tersebut, bukan karna kebutuhan kita akannya. entah itu berupa handphone model terbaru yang harganya selangit, mobil mewah, dan masih banyak lagi benda-benda lain yang dari segi fungsi, sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Jadi bisa dibilang kita membelinya hanya karna memikirkan pandangan orang lain terhadap kita.

Sebagai contoh, pemilik handphone yang mahal dan bagus, biasanya langsung dianggap sebagai orang yang berada di tingkatan kelas sosial menengah keatas, begitu pula sebaliknya. Yang terpenting dari suatu benda, bukan lagi bagaimana benda tersebut dapat membantu manusia untuk meringankan pekerjaan, namun faktor prestis juga sudah menjadi faktor yang tak kalah pentingnya dari fungsi dasar sebuah benda. Kalau hal ini tidak dihentikan, pasti akan semakin banyak lagi produksi yang lebih mementingkan nilai prestis yang dimiliki daripada fungsi utama suatu benda. Dan hal tersebut memang sudah semestinya, karna sesuai dengan hukum ekonomi, semakin tinggi permintaan maka produksi pun akan semakin ditingkatkan untuk dapat memenuhi permintaan yang ada.

Apakah sebegitu seriusnya masalah ini? Sebenarnya tidak juga, namun hal ini menunjukkan kalau manusia tidak bisa lepas dari pandangan orang lain terhadap dirinya. Seringkali kita melakukan sesuatu hanya karna ingin dilihat oleh orang lain, kita membayar harga yang mahal hanya karna ingin mendapatkan stempel baik dari orang lain. Itu bukanlah hal yang buruk, namun sama seperti gula yang menjadikan rasa kopi hitam menjadi manis dan enak diminum, apabila gula yang manis itu diberikan terlalu banyak, bukannya menjadi sesuatu yang enak lagi, justru malah menghancurkan rasa kopi, bahkan bisa-bisa kopi tersebut tidak bisa kita minum karna terlalu manis rasanya.

Jangan sampai hanya karna ingin membangun citra, kita melakukan segala sesuatu yang menurut lingkungan kita baik sehingga kita mulai berkompromi dengan hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan nila-nilai yang kita pegang teguh sebelumnya. Mungkin pada awalnya kita akan diterima oleh lingkungan kita dengan baik, atau bahkan kita akan dihormati karnanya. Namun sama seperti gula yang terlalu banyak, lama-lama kita pun akan menghancurkan segalanya. Kita akan semakin kehilangan nilai-nilai yang benar. Karna semakin kita melihat "apa kata dunia", kita akan menjadi orang-orang yang sama seperti dunia.

Seorang ayah yang terpaksa menjadi pencuri karna terjepit keadaan ekonomi keluarga, remaja yang menggugurkan kandungan karna belum siap menjadi ibu bagi anaknya, dan seorang anak kecil yang menghabisi nyawa pembunuh ayahnya. Apakah mereka semua begitu hina bagi Anda? Coba kita koreksi lagi kehidupan kita. Apakah kita menjadi salah satu dari orang yang menetapkan standar berlebihan untuk bisa menerima orang lain masuk ke dalam kehidupan kita? Apakah kita hanya ingin menerima orang-orang yang sama dengan kita, entah dalam status sosial atau bahkan orang yang memiliki pemikiran dan prinsip yang sama dengan kita?

Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang menetapkan suatu standar yang berlebihan hanya karna ingin dipandang orang, dimana hal tersebut menjadikan orang lain membayar harga yang terlalu mahal untuk dapat di terima dalam lingkungan kita. Ini bukan cuma bagaimana agar kita tidak terpengaruh dengan apa kata orang. Namun jangan sampai kita yang mempengaruhi orang lain untuk terpelosok dengan apa kata kita. Sama seperti produksi yang semakin bertambah seiring dengan bertambahnya permintaan. Semakin kita menetapkan suatu standar yang sering kali berlebihan untuk bisa menerima orang lain, akan semakin banyak yang menetapkan standarnya masing-masing dan itu berarti semakin banyak pula kompromi agar dapat diterima oleh standar yang dibuat setiap orang. Apalagi kalau ternyata standar itu kita tetapkan hanya supaya kita dapat diterima oleh lingkungan kita, yang sebagian besar menggunakannya untuk menyaring kualitas orang yang masuk dalam kehidupan mereka.

Bayangkan saja kalau semua orang melakukan hal itu, pasti hidup ini menjadi tidak nyaman dan penuh dengan kepura-puraan. Kita tidak bisa menerima seseorang bukan karna memang tidak pas di hati kita, namun hanya karna takut dipandang tidak benar oleh orang lain karna berteman dengan orang yang mereka anggap hina. Apabila Anda tidak mau hidup dengan terus-terusan hanya mengusahakan apa kata orang, atau bagaimana agar bisa diterima , jangan menetapkan standar yang berlebihan untuk menerima orang lain. Terimalah setiap orang apa adanya, dengan segala keunikan yang mereka miliki. Karna mayoritas, bukan berarti pasti benar.

2 comments:

Anonymous said...

yeah right sis, "what is popular is not always right and what is right is not always popular"

Shella HS said...

iya.. justru jaman sekarang malah banyak banget hal2 menyimpang yang dijadikan sebuah kepopuleran.. bukan mau menghakimi sih.. cuma alangkah baiknya klu kita ga dibutakan dengan kebenaran yang ada.. sekalipun kita hidup di dunia yang semakin lama semakin membingungkan ini..:D