17 October 2009

Enaknya Buah Pohon Terlarang...




Pasti kita semua tahu cerita tentang Adam dan Hawa. Manusia pertama di muka bumi ini, yang diciptakan oleh Allah. Namun karna bujukan dan rayu iblis(dalam bentuk ular) maka Hawa pun tergoda dan mengajak suaminya, Adam untuk memakan buah dari pohon terlarang yang berarti mereka melanggar perintah dari Allah. Karna hal itu akhirnya mereka diusir dari Taman Firdaus. Mulai saat itu Adam harus bekerja membanting tulang untuk dapat memenuhi kebutuhannya, dan Hawa pun harus mengalami sakitnya persalinan. Itu adalah harga yang harus mereka bayar karna telah melanggar perintah Allah.


Mungkin pernah terbesit dalam pikiran kita, betapa bodohnya Adam dan Hawa. Saat itu mereka memiliki segalanya. Allah telah memberikan begitu banyak buah-buahan dari pohon yang lain yang boleh mereka makan. Pastinya ada melon, mangga, durian, apel, semangka, kelengkeng, nanas, pear, leci, strawbery, aggur, pisang, dan masih banyak lagi buah-buahan yang buuuanyaakk macamnya. Masa sih itu semua ga cukup, dan malah tergoda untuk makan buah dari pohon terlarang yang sudah jelas-jelas tidak diperbolehkan oleh Allah. Aih, gara-gara ulah merekalah sekarang kita menderita begini..


Tapi kalau misalnya kita yang jadi manusia pertama apa kita juga tidak akan tergoda untuk makan buah dari pohon terlarang ya? Hehehe.. Pertanyaan yang susah-susah gampang untuk bisa dijawab. Yang jelas, daripada kita berandai-andai dan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, lebih baik kita lakukan saja apa yang jadi bagian kita saat ini. Adam dan Hawa sudah jatuh dalam dosa karna melanggar perintah Tuhan. Itu disebabkan karna mereka hanya terfokus pada satu pohon terlarang dibandingkan pohon-pohon lainnya yang pastinya buanyaaakkkk sekali dan buahnya enak-enak. .. ^^


Jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama. Disaat kita mulai mengeluh karna Tuhan tidak mengabulkan satu keinginan kita dan kita lupa untuk mensyukuri begitu banyak berkat yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Jadi setiap kali kita mau mengeluh atau menyesali kenapa kita ga bisa memiliki ini? Atau kenapa itu seakan jauh sekali dalam gapaian kita? Tetap mengucap syukur untuk berkat-berkat yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Jangan sampai kita menjadi Adam dan Hawa masa kini.. ^^



Ketika seseorang lebih terfokus pada apa yang tidak dimiliki dibandingkan dengan semua berkat yang dimilikinya, saat itulah kejatuhannya dimulai.

18 October 2008


Orang yang berbahagia bukanlah orang yang memiliki hal-hal yang terbaik dalam hidupnya. Tapi adalah orang yang menjadikan setiap hal yang hadir dalam hidupnya adalah yang terbaik.


Sampai beberapa waktu yang lalu, kehidupan saya selalu dipenuhi dengan angan-angan, “Seandainya saya menjadi seperti si …”, “Seandainya saya punya …”, “Seandainya saya bisa …”, dan masih banyak lagi seandainya2 yang lain. Seakan-akan apapun yang ada dalam hidup saya, tak akan pernah bisa menjadi cukup baik untuk bisa saya syukuri. Saat salah satu “seandainya” tadi terkabul, tak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk mengucapkan syukur atas impian saya yang menjadi kenyataan. Karna bagi saya itu tak ada artinya dibandingkan dengan masih banyak lagi impian-impian lain yang masih belum terkabul.

Bukan berarti saya tidak bahagia dengan semua yang saya miliki. Namun lebih tepatnya saya tidak merasa cukup bahagia dengan semua itu. Akibatnya yang keluar dari hati dan mulut saya bukanlah ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Namun merupakan keluhan-keluhan dan harapan-harapan yang belum terpenuhi. Tapi bukankah itu hal yang wajar? Manusia memang makhluk yang tak pernah puas kan? Ya, memang benar. Kita adalah manusia yang tak pernah puas dengan apa yang kita miliki. Selalu saja menginginkan yang lebih. Yang miskin ingin memiliki harta yang banyak, yang kaya ingin bisa tidur dengan tenang tanpa memikirkan harta-hartanya yang terlalu banyak, yang terkenal ingin hidup layaknya orang biasa, yang biasa-biasa saja ingin terkenal, dll. Sungguh begitu banyak realita yang menunjukan dan membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang tak pernah puas. Apapun yang dimilikinya.

Namun bukan berarti kita harus mengikuti saja arus yang sudah ada, “Kalau memang manusia tidak pernah puas. Buat apa kita bersusah payah berusaha mensyukuri dan mencukupkan diri dengan apa yang ada? Kita kan manusia. Semuanya juga gitu.” Jangan sampai pemikiran seperti itu terlintas dalam benak kita. Kalau setiap orang yang ada di dunia ini berpikir demikian, saya yakin dunia ini adalah tempat yang sangat membosankan. Tanpa adanya suatu perubahan, tanpa adanya suatu perbedaan. Juga pastinya saat ini kita tidak bisa menikmati banyak hal yang bisa kita nikmati sekarang, salah satunya adalah lampu. Bayangkan saja jika Thomas Alfa Edison juga berpikiran yang sama dengan kita. “Toh sampai sekarang ga ada yang bisa ciptain lampu juga kok. Manusia memang sudah di desain untuk ga bisa nyiptain lampu mungkin. Ngapain aku repot-repot. “ Tapi untunglah dia tetap berusaha sekalipun belum pernah ada orang yang menciptakan lampu.

Saya rasa contoh diatas sudah cukup jelas bagi kita untuk tidak menghakimi sesuatu sebagai “kodrat” manusia yang sudah diciptakan oleh Penciptanya. Karna pastinya Dia tidak akan merancangkan sesuatu yang buruk untuk melekat dalam diri kita. Pencipta mana yang merancangkan suatu kesalahan pada ciptaannya? Jadi sebenarnya kitalah yang menjadi penyebab atas semua hal-hal buruk yang ada dalam diri kita. Kitalah yang memilih untuk membiarkan hal itu bertumbuh dan menggerogoti karakter baik yang dari padaNya. Karna kita yang Dia ciptakan adalah suatu desain yang tak terbatas. Dimana kita sendiri pun tidak tahu, sampai dimanakah kita dapat mengembangkan segala sesuatu.


Sebelum ditemukannya lampu, apakah orang-orang sudah tahu kalau seorang manusia bisa menciptakan lampu? Saya rasa tidak, karna yang namanya lampu saja juga mereka tidak tahu apa itu. Namun ternyata manusia bisa menemukan lampu. Sesuatu yang tidak pernah ada sebelumnya. Bukankah itu adalah hal yang luar biasa?

Rasa percaya bahwa di dalam diri kita terdapat sebuah bibit yang bisa bertumbuh menjadi sesuatu yang sangat indah dan berguna, sangatlah penting untuk bisa kita miliki. Karna dengan begitu barulah kita dapat mensyukuri semua yang terjadi dan semua yang kita miliki dalam kehidupan ini. Kita bukan lagi terfokus pada apa saja yang belum kita miliki, apa yang belum ada dalam diri kita. Namun kita akan terfokus dengan apa saja yang ada di dalam diri kita, apa yang bisa kita kembangkan untuk memperbanyak lagi kapasitas diri kita. Dengan begitu, rasa syukur dan kebahagiaan pun akan datang menyapa kita. Percaya atau tidak, kebahagiaan itu datang bukan saat kita terus berjalan dan mencari-cari dimanakah dia berada, namun dia akan datang saat kita berhenti, melihat sekeliling kita dan menyapa dia yang ternyata berada begitu dekat dengan kita.

14 October 2008

Apa Kata Orang Tentang Kita




Jika tong sampah Anda penyok, Anda tidak akan membeli yang baru. Mungkin itu karna kita tidak memakai tong sampah untuk mengkomunikasikan status sosial / identitas kita kepada orang lain.


Seberapa sering kita membeli sesuatu yang bukan menjadi kebutuhan bagi kita? Seberapa sering kita mengeluarkan dana hanya karna ingin "dipandang" oleh orang lain? Seberapa sering kita menghabiskan uang untung membeli yang namanya prestis? Di jaman dimana teknologi berkembang sangat pesat ini, tentunya sadar maupun tidak sadar, kita sering membeli sesuatu hanya berdasarkan prestis yang dibawa barang tersebut, bukan karna kebutuhan kita akannya. entah itu berupa handphone model terbaru yang harganya selangit, mobil mewah, dan masih banyak lagi benda-benda lain yang dari segi fungsi, sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Jadi bisa dibilang kita membelinya hanya karna memikirkan pandangan orang lain terhadap kita.

Sebagai contoh, pemilik handphone yang mahal dan bagus, biasanya langsung dianggap sebagai orang yang berada di tingkatan kelas sosial menengah keatas, begitu pula sebaliknya. Yang terpenting dari suatu benda, bukan lagi bagaimana benda tersebut dapat membantu manusia untuk meringankan pekerjaan, namun faktor prestis juga sudah menjadi faktor yang tak kalah pentingnya dari fungsi dasar sebuah benda. Kalau hal ini tidak dihentikan, pasti akan semakin banyak lagi produksi yang lebih mementingkan nilai prestis yang dimiliki daripada fungsi utama suatu benda. Dan hal tersebut memang sudah semestinya, karna sesuai dengan hukum ekonomi, semakin tinggi permintaan maka produksi pun akan semakin ditingkatkan untuk dapat memenuhi permintaan yang ada.

Apakah sebegitu seriusnya masalah ini? Sebenarnya tidak juga, namun hal ini menunjukkan kalau manusia tidak bisa lepas dari pandangan orang lain terhadap dirinya. Seringkali kita melakukan sesuatu hanya karna ingin dilihat oleh orang lain, kita membayar harga yang mahal hanya karna ingin mendapatkan stempel baik dari orang lain. Itu bukanlah hal yang buruk, namun sama seperti gula yang menjadikan rasa kopi hitam menjadi manis dan enak diminum, apabila gula yang manis itu diberikan terlalu banyak, bukannya menjadi sesuatu yang enak lagi, justru malah menghancurkan rasa kopi, bahkan bisa-bisa kopi tersebut tidak bisa kita minum karna terlalu manis rasanya.

Jangan sampai hanya karna ingin membangun citra, kita melakukan segala sesuatu yang menurut lingkungan kita baik sehingga kita mulai berkompromi dengan hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan nila-nilai yang kita pegang teguh sebelumnya. Mungkin pada awalnya kita akan diterima oleh lingkungan kita dengan baik, atau bahkan kita akan dihormati karnanya. Namun sama seperti gula yang terlalu banyak, lama-lama kita pun akan menghancurkan segalanya. Kita akan semakin kehilangan nilai-nilai yang benar. Karna semakin kita melihat "apa kata dunia", kita akan menjadi orang-orang yang sama seperti dunia.

Seorang ayah yang terpaksa menjadi pencuri karna terjepit keadaan ekonomi keluarga, remaja yang menggugurkan kandungan karna belum siap menjadi ibu bagi anaknya, dan seorang anak kecil yang menghabisi nyawa pembunuh ayahnya. Apakah mereka semua begitu hina bagi Anda? Coba kita koreksi lagi kehidupan kita. Apakah kita menjadi salah satu dari orang yang menetapkan standar berlebihan untuk bisa menerima orang lain masuk ke dalam kehidupan kita? Apakah kita hanya ingin menerima orang-orang yang sama dengan kita, entah dalam status sosial atau bahkan orang yang memiliki pemikiran dan prinsip yang sama dengan kita?

Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang menetapkan suatu standar yang berlebihan hanya karna ingin dipandang orang, dimana hal tersebut menjadikan orang lain membayar harga yang terlalu mahal untuk dapat di terima dalam lingkungan kita. Ini bukan cuma bagaimana agar kita tidak terpengaruh dengan apa kata orang. Namun jangan sampai kita yang mempengaruhi orang lain untuk terpelosok dengan apa kata kita. Sama seperti produksi yang semakin bertambah seiring dengan bertambahnya permintaan. Semakin kita menetapkan suatu standar yang sering kali berlebihan untuk bisa menerima orang lain, akan semakin banyak yang menetapkan standarnya masing-masing dan itu berarti semakin banyak pula kompromi agar dapat diterima oleh standar yang dibuat setiap orang. Apalagi kalau ternyata standar itu kita tetapkan hanya supaya kita dapat diterima oleh lingkungan kita, yang sebagian besar menggunakannya untuk menyaring kualitas orang yang masuk dalam kehidupan mereka.

Bayangkan saja kalau semua orang melakukan hal itu, pasti hidup ini menjadi tidak nyaman dan penuh dengan kepura-puraan. Kita tidak bisa menerima seseorang bukan karna memang tidak pas di hati kita, namun hanya karna takut dipandang tidak benar oleh orang lain karna berteman dengan orang yang mereka anggap hina. Apabila Anda tidak mau hidup dengan terus-terusan hanya mengusahakan apa kata orang, atau bagaimana agar bisa diterima , jangan menetapkan standar yang berlebihan untuk menerima orang lain. Terimalah setiap orang apa adanya, dengan segala keunikan yang mereka miliki. Karna mayoritas, bukan berarti pasti benar.

12 October 2008

Selamanya Pantang Menyerah?


Dengan berlalunya waktu, dan tenggang waktu yang ditetapkan kehidupan, menyerah kalah bisa menjadi pilihan yang tepat.


Saya bukan orang yang pesimis dalam menjalani kehidupan, bukan orang yang mudah mengatakan “Saya menyerah”. Dalam kamus saya, ingin rasanya tidak ada kata menyerah. Namun sayang sekali, saya terpaksa memasukkan kata tersebut di dalam kamus kehidupan saya, karna ternyata manusia tidak bisa terlepas dari hal tersebut. Menyerah, sudah menjadi bagian dari kehidupan setiap orang, termasuk saya. Namun ada kalanya saya harus mengucapkan dan menjalani hal tersebut. Contohnya saat saya mencintai seseorang, pastinya saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkannya, saya bisa saja mengerahkan segenap tenaga dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan orang tersebut. Namun satu yang tak dapat saya ubah, saya mungkin bisa memilikinya secara fisik, namun masalah hati, itu tidak dapat diubah. Bisa dipengaruhi, namun tak dapat diubah.


Saat orang yang saya cintai memutuskan untuk akhirnya menikahi wanita lain, apa saya masih harus berjuang tanpa mengenal kata menyerah? Saya rasa tidak. Saya masih cukup waras untuk tidak merebut suami orang tentunya. =p Saat hal tersebut terjadi, menyerah bisa jadi dan saya rasa memang adalah pilihan yang tepat. Namun lihat saja sekarang, berapa banyak orang di luar sana yang masih saja berusaha untuk merebut suami/istri orang lain. Apakah hal itu gila? Bersyukurlah apabila Anda merasa bahwa hal tersebut tak pantas untuk dilakukan. Karna percayalah, di tengah-tengah kita sekarang, banyak orang yang melakukan hal tersebut. Tak mau menyerah akan cinta mereka sampai kapanpun, meski orang yang mereka cintai sudah terikat dalam sebuah pernikahan.

Jangan tertawa dulu saat mengetahui dan membayangkan hal ini. Bisa jadi saat inipun Anda sedang menjadi bahan tertawaan orang lain. Bukan karna Anda merebut suami/istri orang. Namun bisa jadi karna hal-hal lain yang mungkin saja bagi Anda itu wajar, namun bagi kebanyakan orang lainnya dan bisa jadi yang sebenarnya, hal tersebut sudah melewati batas wajar. Seringkali saat kita menginginkan sesuatu, mata kita akan dibutakan oleh obsesi kita untuk bisa memperoleh hal tersebut, sehingga kita pun menjadi orang “gila” yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan kita. Apakah saat ini Anda sedang merebut suami/istri orang? Apakah Anda sedang menjalankan sebuah rencana untuk menghancurkan orang lain agar dipuji atasan? Apakah Anda sedang menjalani kehidupan yang penuh dengan kebohongan dan semakin hari semakin banyak kebohongan untuk menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya? Apakah Anda sedang menyakiti diri Anda sendiri untuk menunjukan seberapa menderitanya Anda?

Bagaimanapun keadaan Anda saat ini. Coba periksa kembali, siapa tahu Anda sedang melakukan hal “gila” yang akan menjebak Anda untuk terus menerus hidup dalam suatu “kegilaan”. Percayalah, kadang menyerah adalah pilihan yang terbaik untuk permasalahan Anda. Tapi ingat, apabila Anda sudah memeriksa dengan mata hati dan pikiran yang dingin namun tidak menemukan adanya sesuatu yang melenceng, tetaplah berjuang. Selama apa yang Anda perjuangkan itu adalah sesuatu yang benar. Jangan pernah menyerah. Karna untuk sesuatu yang benar, menyerah tidak akan pernah menjadi jawaban yang benar.

05 October 2008

Menang dan Kalah.. Mau Pilih yang Mana?


Pengalaman adalah apa yang Anda dapatkan, ketika tidak mendapatkan apa yang Anda inginkan.

Saya adalah orang yang sangat menyukai pertandingan. Apapun itu, selama ada sesuatu yang disebut “menang” atau “kalah” yang jadi taruhannya, maka sebisa mungkin saya akan berada disana. Optimisme yang saya miliki bisa dibilang sungguh amat besar. Di setiap pertandingan yang saya ikuti, saya selalu optimis bahwa saya pasti bisa memenangkan pertandingan itu. Sekalipun itu tidak berarti saya benar-benar memenangkan semuanya.

Sejak saya kecil, saya sangat menyukai olahraga. Pertandingan olahraga adalah suatu momen yang benar-benar saya nantikan. Namun saat saya kecil, masih bisa saya ingat dengan jelas bahwa sangat sulit untuk menemukan pertandingan yang dibuka untuk umum. Sehingga sekalipun ingin, namun tetap saja saya tak kunjung menemukannya. Hingga suatu saat, dengan perjuangan yang begitu keras dari guru olahraga saya di sekolah dasar, saya pun mengikuti pertandingan bulutangkis antar sekolah. Rasa gembira yang saya rasakan benar-benar tak dapat terlukiskan. Pertandingan yang sudah saya nantikan sejak dulu, akhirnya bisa juga saya ikuti saat saya berada di kelas 5 SD saat itu. Pertandingan perdana saya, yang pasti akan sangat amat berkesan bila dihiasi dengan sebuah kemenangan. Dengan kemampuan saya di bidang olahraga pada saat itu, tentu saja sangat mudah bagi saya untuk memenangkan pertandingan tersebut. Namun hasil akhir yang saya dapatkan adalah kekalahan. Saya terlalu yakin akan kemampuan saya sehingga saya meremehkan lawan tanding saya. Saya terlalu bersemangat untuk segera mengikuti pertandingan sehingga saya menghabiskan hampir 80% dari tenaga saya hanya untuk melakukan pemanasan.

Karna saya begitu optimis untuk bisa menang, tentu saja kemenanganlah yang saya harapkan untuk bisa di peroleh. Namun sekali lagi saya katakan, itu tidak berarti saya tidak pernah mengalami kekalahan dalam hidup saya. Walau demikian, saya tetap menyukai adanya pertandingan. Menang atau kalah, itu bukanlah poin utamanya. Namun apa yang saya peroleh dari pertandingan, itulah hal yang terpenting. Saat saya mengalami kekalahan, tentu saja itu bukanlah yang saya inginkan. Tapi saya mendapatkan sesuatu dibalik semua itu. Ya, saya mendapatkan sebuah pengalaman yang sangat berharga. Itulah mengapa saya menyukai adanya pertandingan. Entah menang ataupun kalah, saya tidak akan pernah pulang dengan tangan hampa. Saya pasti akan membawa pulang sesuatu yang istimewa sepulang dari pertandingan.

Saat ini bagi saya, pertandingan bukanlah hanya sesuatu yang berhubungan dengan olahraga atau apapun itu seperti sebagaimana mestinya. Namun hidup ini pun juga adalah sebuah pertandingan. Pertandingan yang membutuhkan adanya perjuangan untuk bisa melewati segala rintangan yang ada di depan. Pertandingan yang akan memberikan kita sebuah tropi kemenangan, ataupun pengalaman pada akhirnya. Jadi dimanapun saya berada, saya akan selalu beranggapan bahwa saya sedang di dalam suatu pertandingan. Karna hanya dalam pertandingan saya bisa mengeluarkan kemampuan terbaik saya, karna hanya dalam pertandingan saya bisa tidak main-main dengan hasilnya. Mengapa? Karna ada yang menjadi taruhannya. Kemenangan atau kekalahan. Namun ini bukanlah suatu pertaruhan yang buruk. Karna menang ataupun kalah, saya tetap bisa mendapatkan sesuatu. Karna itulah saya mencintai pertandingan. Jangan takut untuk mengikuti sebuah pertandingan, karna seperti kata si loser yang mengikuti sebuah pertandingan. Paling tidak saya sudah mencoba, dan itu lebih baik dari tidak melakukan apa-apa.

04 October 2008

Mengubah Kartu?



Kita tidak bisa mengubah kartu-kartu yang dibagikan kepada kita, kecuali bagaimana cara kita memainkannya.



Bermain kartu remi mengingatkan saya akan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam hidup ini. Kita bisa jadi mendapatkan kartu yang sangat bagus, namun tak menutup kemungkinan bahwa kita mendapatkan kartu buruk yang menjadikan seakan-akan tak ada lagi kesempatan bagi kita untuk bisa memenangkan permainan. Tapi pada akhirnya, kedudukan menang atau kalah tetap tak bisa ditentukan dari pembagian kartu saja, bisa jadi pemilik kartu terburuk malah memenangkan permainan itu. Sama halnya dengan kehidupan, kita tak bisa mengontrol dan mengatur akan lahir di tengah keluarga seperti apakah kita, akan terlahir di tengah-tengah tingkat perekonomian manakah kita, atau sebagai ras apakah kita. Namun kita bisa memilih, bagaimanakah kita akan menjalani kehidupan kita di tengah-tengah sesuatu yang memang sudah ditakdirkan untuk kita.

Ketika saya kecil, saya adalah anak yang selalu mengeluh. Apapun yang terjadi, saya pasti akan mengeluh dan menyalahkan sesuatu, entah itu orang, keadaan, bahkan benda matipun menjadi sasaran kekesalan saya. Dan sayapun sadar, kalau mengeluh sama sekali tidak menyelesaikan apapun. Semakin sering saya mengeluh, semakin sering pula pertengkaran-pertengkaran kecil yang tak berarti akan terjadi. Mengeluh bukan membantu saya dalam memperbaiki keadaan malah sebaliknya, hal itu membuat keadaan menjadi jauh lebih buruk lagi. Saya sadar akan betapa tidak menguntungkannya memelihara sikap suka mengeluh ini. Namun saya tidak bisa menghilangkan ini begitu saja dan tidak mengeluh bila terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan saya.

Sampai suatu ketika saya menyadari keberadaan sosok nyata yang harusnya begitu dekat dengan saya, namun tak pernah saya sadari karna kegiatan favorit saya, mengeluh. Sosok itu adalah mama saya. Beliau begitu tabah dan sabar menghadapi pahitnya kehidupan ini. Sungguh tak bisa dibayangkan apabila saya yang ditempatkan pada posisi beliau. Kehilangan sosok ayah yang sangat baik di usianya yang baru menginjak 3 tahun, dan akhirnya harus menjalani kehidupan yang berubah total, dari yang bagaikan putri kecil yang berkelimpahan menjadi anak biasa yang harus bisa menghadapi kerasnya kehidupan. Di usianya yang begitu kecil, beliau harus membantu segala pekerjaan rumah tangga yang bisa dilakukannya, hanya sekedar untuk meringankan beban sang bunda. Beliau harus menjaga adik-adiknya yang juga masih sangat kecil. Hingga dewasa pun, begitu banyak masalah-masalah yang menghampiri kehidupan mama saya. Tapi satu yang tak berubah sejak dulu, beliau selalu menghadapi semuanya itu dengan sebuah senyuman dan kerelaan hati. Tak pernah kata-kata keluhan keluar dari bibirnya, sekalipun kehidupan memaksa beliau untuk berjuang dengan gigihnya, tak ada sehari pun yang mama saya lewatkan tanpa ucapan syukur kepada Sang Pencipta.

Betapa egoisnya saya jika selalu mengeluh terhadap segala sesuatunya. Sedangkan mama saya yang kehidupannya sudah pasti lebih sulit dari saya saja tidak pernah mengeluh dan malah selalu bersyukur. Itu baru mama saya, saya yakin pastinya masih banyak lagi orang-orang yang mengalami kehidupan yang jauh lebih sulit dari hidup saya maupun mama saya. Namun masih ada juga orang-orang yang tidak mengeluh melainkan tetap bisa bersyukur atas segalanya.

Memang ini bukanlah suatu hukum yang tertulis dan harus dilakukan, tapi saya mulai mengerti mengapa mama saya dan banyak orang-orang lainnya memilih untuk tidak mengeluhkan keadaan. Itu karna jika kita mengambil sepersepuluh saja energi yang kita curahkan untuk mengeluh lalu kita gunakan untuk memecahkan masalah, kita akan terkejut melihat betapa lancarnya segala sesuatu berjalan. Ya, mengeluh hanya menghabiskan segala sesuatu yang kita miliki untuk mengubah keadaan menjadi yang lebih baik. Karna seberapa lama pun kita mengeluh akan betapa buruknya kartu yang kita terima, hal itu tidak dapat merubah buruknya kartu tersebut. Tapi memikirkan suatu strategi untuk mengubah buruknya kartu menjadi sebuah keuntungan, akan menghasilkan sebuah kemenangan yang begitu mengesankan.