01 October 2008

Gigih.. Perlu ga sih?



Gigih memang sifat terpuji, tetapi tidak berarti bahwa semua orang harus menyaksikan sekeras apa kita mengusahakan sesuatu.


Seringkali kita lebih menghargai seseorang karna kita melihat langsung kerja keras dan jerih payahnya dalam mengusahakan sesuatu. Sebagian besar orang di sekitar saya mengenal saya sebagai pribadi yang tak mau repot dalam segala hal. Bisa dibilang mereka tidak pernah melihat kegigihan saya dalam memperjuangkan sesuatu. Tapi itu bukan berarti saya tidak pernah sebegitu gigihnya dalam mengusahakan sesuatu. Saya pernah, bahkan bisa jadi saya lebih sering menghabiskan begitu banyak tenaga, pikiran dan waktu saya dari mereka yang kelihatanya gigih. Namun bukan berarti segala upaya saya dalam memperjuangkan hal tersebut harus dilihat banyak orang.

Terus terang, saya lebih senang dan lebih nyaman bila segala jerih payah saya tidak dilihat oleh orang lain. Saya bisa bekerja dengan lebih maksimal saat saya tidak sedang diperhatikan oleh orang-orang yang mengenal saya. Sehingga tak jarang, saya yang kelihatannya tidak melakukan apa-apa ini tiba-tiba bisa menghasilkan sesuatu yang “wah” dalam waktu sekejap. Itu semua bukan karna saya memiliki super talent seperti yang orang-orang pikirkan selama ini, tapi itu semua adalah hasil dari jerih payah saya yang tidak dilihat oleh orang lain.

Saat masa-masa SMA saya, teman-teman dan guru saya mengenal saya sebagai salah satu siswa terbaik dalam berpidato. Mereka semua berpikir kalau saya dapat melakukan semua itu, semata-mata karna bakat alami saya. Namun mereka semua tidak pernah tahu dan memang tidak ingin saya tunjukkan bahwa saya bekerja keras dibalik semua itu. Masih melekat di pikiran saya bagaimana saya mempersiapkan segala sesuatunya secepat yang saya bisa. Jadi begitu diumumkan kalau 2 minggu lagi akan diadakan ujian dalam bentuk pidato, sepulangnya dari sekolah, saya segera menyusun sebuah naskah pidato. Setelah naskah tersebut sempurna menurut saya, setiap harinya saya akan meluangkan waktu saya untuk mendeklamasikan pidato tersebut. Setiap hari. Sampai tiba saatnya untuk menunjukkan hasil jerih payah saya selama 2 minggu penuh, yang tentu saja tidak diketahui oleh yang lainnya. Bisa ditebak kalau saya selalu memperoleh nilai yang terbaik. Satu yang perlu digaris bawahi, kalau saya mendapatkan semua itu bukan karna bakat alami saya, namun karna kerja keras saya dalam mengusahakan yang terbaik.

Setelah mengalami semua ini sendiri, saya jadi teringat akan kata-kata Einstein yang mengatakan bahwa kejeniusan itu terdiri dari 2% bakat alami dan 98% kerja keras. Semua itu memang benar adanya. Dulu saya merasa betapa beruntungnya orang-orang yang terlahir dengan bakat alami yang menjadikan dia seseorang yang jenius di bidangnya. Namun sekarang saya sadar dan mulai mengubah paradigma saya. Betapa beruntungnya orang yang menyadari bahwa kerja kerasnya saat ini, baik yang dilihat orang maupun tidak dilihat orang lain adalah suatu fondasi dalam membangun sebuah kejeniusan yang akan membuat banyak orang terpana akannya.

No comments: